Rabu, 16 September 2015

5 Merek Indonesia yang Mendunia

Invasi merek-merek asing kini semakin deras memasuki pasar Indonesia. Apabila berbelanja di minimarket terdekat, kita akan menjumpai merek-merek asing dalam produk mie ramen dan rumput laut, terpajang rapi di atas rak.
Dari sana, tentu terbersit pikiran di kepala kita, sejauh apakah merek Indonesia mampu bertahan di pasar sendiri. Bila mampu memberanikan keingintahuan kita, pemikiran itu akan berkembang menjadi satu pertanyaan besar nan idealis: sejauh apakah merek Indonesia mampu menembus dan memenangkan persaingan dengan merek dari negara lain dalam pasar dunia?
Untuk menjawabnya, 5 Merek Asli Indonesia Kelas Dunia tentu menarik untuk disimak.

1. Kopiko

Merek Indonesia
Kopiko adalah merek permen kopi yang diproduksi di Indonesia oleh PT. Mayora Indah, Tbk. Permen ini terbuat dari gula, glukosa, minyak nabati, ekstrak kopi, krim susu, pewarna karamel, lesitin, garam, pewarna alami dan buatan. Tekstur permen ini keras, meski terdapat pula versi yang lebih kenyal.
Permen Kopiko ternyata merupakan merek yang mendunia. Permen ini serta beberapa produk Mayora lainnya tersedia di lebih dari 45 negara. Negara-negara tersebut terkenal baik di Eropa maupun Asia, antara lain Benelux, Italia, Polandia, Portugal, Spanyol, Jerman, Australia, Singapura, Malaysia, dan Taiwan.

2. Indomie

Merek Indonesia
Ketika mie instan pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia di tahun 1969, banyak yang meragukan bahwa mie instan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pangan pokok. Namun, harganya yang terjangkau, kemudahannya untuk disajikan, ketahanannya selama disimpan, dan rasanya yang enak membuat Indomie berkembang pesat seiring dengan diterimanya mi instan di Indonesia.
Produk Indomie yang pertama kali diperkenalkan adalah Indomie Kuah Rasa Kaldu Ayam yang saat itu sesuai dengan selera lidah masyarakat Indonesia. Kemudian pada tahun 1982, penjualan produk Indomie mengalami peningkatan yang sangat signifikan dengan diluncurkannya varian Indomie Kuah Rasa Kari Ayam.
Puncaknya terjadi pada tahun 1983. Produk Indomie kembali semakin digemari oleh masyarakat Indonesia dengan diluncurkannya varian Indomie Mi Goreng. Melalui varian inilah Indomie kemudian didistribusikan di Amerika Utara, Eropa, Afrika, Australia, dan berbagai daerah di Asia.
Popularitas Indomie bahkan meluas hingga ke dunia perfilman. Pada tanggal 13 Desember 2009, Indomie disebut oleh Roger Ebert, kritikus film populer dari Amerika Serikat untuk majalah Chicago Sun Times, sebagai salah satu kado Natal pilihan di urutan #1.
Di Afrika, Indomie diperkenalkan di Nigeria sejak tahun 1988 dan mulai diproduksi di dalam negeri pada tahun 1995 melalui Dufil Prima Foods. Ini menandai Indomie sebagai merek yang populer dan memiliki pabrik mie instan terbesar di Afrika.
Uniknya, eksistensi merek ini di Asia Tenggara sangat terlambat. Indomie justru baru diperkenalkan di Malaysia, Singapura, dan Brunei pada tanggal 1 Januari 2002 dan mulai diproduksi sejak tanggal 1 Januari 2008 melalui Malaysia and Singapore Foods.
Dengan kebesaran nama dan keterlekatannya dalam kehidupan sehari-hari, tak salah bila Indomie dianggap sebagai ‘obat kangen’ para perantau asal Indonesia di seluruh dunia.

3. Tolak Angin

Merek Indonesia
Tolak Angin adalah obat herbal yang berguna untuk meredakan masuk angin, perut mual, tenggorokan kering dan badan terasa dingin. Tolak Angin dibuat oleh pendiri Sido Muncul pada tahun 1930 yaitu Ibu Rahmat Sulistyo. Tolak Angin dibuat dari tumbuh-tumbuhan herbal dan madu serta ramuan lainnya. Tolak Angin dikenal lewat jargonnya: orang pintar minum Tolak Angin. Tolak Angin tersedia dua varian. Tolak Angin Flu Dan Tolak Angin Anak
Tahun 1941, mereka memformulasikan Jamu Tolak Angin yang saat itu menggunakan nama Jamu Tujuh Angin. Ketika perang kolonial Belanda yang kedua di tahun 1949, mereka mengungsi ke Semarang dan mendirikan usaha jamu dengan nama Sido Muncul.
Sido Muncul artinya adalah ‘impian yang terwujud.’ Di Jalan Mlaten Trenggulun No. 104 itulah usaha jamu rumahan dimulai dengan dibantu oleh tiga orang karyawan.
Banyaknya permintaan terhadap kemasan jamu yang lebih praktis mendorong beliau memproduksi jamu Tolak Angin dalam bentuk serbuk. Produk ini mendapat tempat di hati masyarakat. Permintaannya pun terus meningkat.
Kini, Tolak Angin dan produk-produk Sido Muncul lainnya telah berhasil diekspor ke beberapa negara Asia Tenggara (Malaysia, Singapore, Brunei dll), Australia, Korea, Nigeria, Algeria, Hong Kong, USA, Saudi Arabia, Mongolia dan Rusia. Saat ini, perseroan Sido Muncul juga tengah melakukan penjajagan dengan distributor dan perusahaan asal Thailand, Vietnam, dan Jepang.

4. Polygon

Merek Indonesia
Bagi penggemar olahraga sepeda tentu tak asing dengan merek yang satu ini. Adalah PT. Insera Sena yang memproduksi sepeda Polygon. Berdiri sejak 1989 di Sidoarjo, Jawa Timur, produsen ini merupakan pembuat dan perakit sepeda untuk pasar luar negeri.
Pada tahun 1991, Insera mulai memproduksi sepeda bermerek Polygon. Selang sepuluh tahun, produksinya diekspor ke Singapura dan Malaysia. Lalu dua tahun terakhir, mulai menjelajah ke Australia. Dari seluruh unit sepeda yang di produksi, 30% menggunakan merek Polygon, 20% nya untuk pasar lokal, sedangkan 10% nya untuk ekspor ke luar negeri, terutama untuk sepeda jenis Mountain Bike Cosmic dan Colossus.
Polygon merupakan istilah geometri yang berarti 'banyak sisi'. “Karena kami merasa nama tersebut mewakili karakter kami yang memiliki banyak sisi dengan satu tujuan yang sama,” terang Insera dalam situs resminya.
Secara umum, tim desain dan tim produk Polygon adalah para pengendara sepeda, sehingga keahlian berproduksi mereka didasarkan pada pengetahuan atas material dan pengalaman bersepeda.
Saat ini, Polygon telah dikenal luas di kawasan Asia dan akan terus melebarkan sayap ke kawasan lain di seluruh dunia. Karena itu, tim desain dan pengembangannya berasal dari seluruh dunia. Tim mereka terdiri dari para teknisi dan tim kreatif yang berbasis di Amerika Utara, Eropa, dan Asia.
Selain itu, fasilitas pabrik dan perakitan yang berada di Asia Tenggara pun telah memenuhi standar produksi dunia. Desain global yang berpadu dengan manufaktur kelas dunia ini telah menarik perhatian para atlet dunia, seperti Tim Downhill kelas dunia Hutchinson UR Team yang bertanding menggunakan Sepeda Polygon di UCI DH World Cup 2013.

5. Radio Magno

Merek Indonesia
Barangkali, sebagian masyarakat Indonesia masih asing dengan merek ini, namun tidak dengan masyarakat di luar negeri. Magno adalah sebuah radio kayu asli buatan Indonesia yang distribusinya sudah tersebar mulai dari Jepang, Amerika Serikat, Prancis, Inggris, hingga Finlandia.
Konsep yang di tawarkan oleh Magno tergolong unik. Berbeda dengan produk radio mainstream yang berasal dari kombinasi plastik dan metal, materi dasar radio Magno adalah kayu. Selain itu, sentuhan akhir produknya dilakukan dengan melapisi minyak kayu pada permukaannya, bukan pernis. Karenanya, sang pemilik harus rajin merawat radionya secara berkala agar tetap prima.
Terkait hal ini, Singgih Susilo Kartono, pria dibalik penciptaan radio Magno, memiliki keinginan agar orang-orang menghilangkan budaya pakai-buang sehingga tercipta konektivitas antara sebuah barang dan pemiliknya. Radio ini dihargai pada kisaran harga sekitar 200 sampai 300 dollar Amerika.
Kata 'magno' sendiri berasal dari kata 'memperbesar.' Melalui pemilihan kata ‘magno,’ Singgih ingin penikmat radio melihat hasil karyanya secara detil sebagaimana melihat sesuatu dengan menggunakan kaca pembesar. Dengan bentuknya yang kecil, sederhana, indah, melalui pengerjaan berkualitas tinggi, Singgih ingin menarik perhatian orang-orang yang memberikan perhatian khusus pada detail produk.
“Saya memilih huruf 'g' sebagai logo karena bentuk patung, saya ingin membuat produk yang unik sebagai huruf ‘g’,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar